BERANDA

Tampilkan postingan dengan label CERBUNG. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CERBUNG. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Agustus 2024

SAAT SANG MERAH PUTIH BERKIBAR

  

SAAT SANG MERAH PUTIH BERKIBAR

(Undang Sumargana)

Ringkasan jalan  Cerita

Cerita ini adalah sebuah kisah pejuang kemerdekaan yang kadang kadang dilupaka norang, padahal merekalah para pejuang sejati yang merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri kita tercinta. Kadang-kadang ada orang merendahkan seseorang bersipat arogan karena sedang berkuasa. Padahal kebanyakan orang-orang yang hidup dimasa sekarang banyak oknum yang pamer kekuasaan pamer kekayaan tak peduli dari hasil korupsi memeras darah rakyat, tapi tak sedikit penjabat yang baik hidup lurus untuk mengabdi betul betul dirinya adalah anak bangsa yang berkiprah dengan menyandarkan pada kuasa Illahi. 

Ini hanyalah sebuar Cerita yang fiktif tapi bisa ada fakta dalam kehidupan nyata. Mohon maaf bila ada nama, kesatuan dan instansi yang tertera dalam tulisan ini. Ini hanyalah gambaran si pengarang saja yang bermaksud menanamkan rasa nasionalisme pada anak-anak bangsa.

Selamat membaca !

Hanya dengan inilah kami bisa berkiprah


rajasastra-us.blogspot.com Pasukan Paskibra di lapangan tengah  menaikan bendera, semua menghormat bendera dengan rapih dan hidmat. Lagu Indonesia Raya dinyanyikan bersama naiknya sang merah putih menuju puncak tiang. Akhirnya sampai pula di puncak tiang bersamaan dengan selesainya Lagu Indonesia Raya. 

Tidak jauh di pinggir Lapangan seorang kakek tua dari tadi ia ikut menghormat penuh hidmat. Dengan pakaiannya yang lusuh sebuah karung penuh dengan sampah bekas minuman diletakkan di pinggir lapang. Entah dari mana ia berasal tak seorangpun mengenalinya, hanya orang menduga bahwa ia seorang kakek pemulung yang hidupnya miskin dan terlunta lunta. Dalam benaknya ia terbayang kehidupan waktu muda, menyandang senjata ikut berperang bersama tentara lainnya mempertahankan kemerdekaan Indonesia saat terjadi agresi Belanda ingin merebut kembali kemerdekaan. Begitu dikagumi kawan-kawannya karena ia terkenal keberaniannya dan kepandaian menembak yang tak pernah meleset. Ia berpangkat kopral pada waktu itu dan ia dipimpin oleh komandannya yang bernama letkol Suryadi.

Dalam benaknya teringat bagaimana pertahananya dihancurkan dan kematian kawan-kawannya yang mengerikan mati bersimbah darah, yang ia ingat ia bersama komandannya ditangkap hidup-hidup dan ditawan ke markas pasukan Inggris yang datang memboncengi pasukan Belanda. Kopral Hadi ia selalu dipanggil kawan-kawannya.Tiba - tiba ia terkejut mendengar bentakkan seorang Satpol PP, yang menghardik  dia untuk menjauhi tempat itu.

"Hai berandalan pergi kau dari sini, jangan ganggu orang melihat keadaanmu yang lusuh dan menjijikan". Sakit hatinya, tapi ia tak bisa apa-apa. memang ia hanya kakek pemulung, tapi setidaknya dia ingin menyaksikan jalannya Upacara Kemerdekaan yang ke-78. Di uasianya yang sudah lebih dari   90 tahun mungkin saat terakhir ia menyaksikan upacara kemerdekaan. Hebatnya orang tua itu masih sehat, badanya masih tegar, meskipun pakaiannya sudah tak layak tapi setidaknya ia masih bisa menghidupi hidupnya jadi pemulung. "Hai ayo cepat pergi tuh pak Komandan  mau lewat sini,  ayo jauh jauh jangan rusak pemandangan". 

Ia sudah melangkah menjauhi tempat itu, tapi sorang TNI muda menghampirinya  berpangkan Let Kol  tak ragu-ragu memegang tangannya, 

"Ikut dengan saya Kek?" Ia keheranan begitu halusnya perkataan dia dan begitu halusnya pegangan yang dia lakukan.

"Tidak Pak nanti badan dan baju saya mengotori Bapak".

"Ayolah Kek, naiklah ke mobil saya bersama teman saya". Ia dipaksa dipegangi oleh anggota TNI lain yang pangkatnya dibawahnya,

Akhirnya ia didukkan di jok bagian tengah, ia merasa terkejut, dalam pikirnya gara-gara ia menyaksikan upacara ia harus berurusan dengan seorang kepala Kodam Jawa Barat. 

"Akan di bawa kemana aku ini pak?, maafkan kesalahan kakek bila kehadiran kakek tadi merupakan kesalahan yang besar!"

"Tidak Kek, kakek tidak salah, malah tadi kulirik kakek menghormat bendera dengan penuh hidmat?" perkataan anak muda yang bertutur dengan halus setidaknya sangat melegakan, bahwa ia akan baik-baik saja. 

"Maaf kek Kakek ikut dulu dengan saya kekantor, nanti ikut saya ke rumah. Ia hanya mengangguk tandanya menyetujui. setibanya dikantor ia dibawa keruangan khusus keruangan Kepala Kodam ruangan tempat komandan itu berkerja. 

"Maaf, Kek kakek tunggu sebentar di sini, di kamar mandi kakek bisa mandi sepuasnya saya sudah sediakan tempat dan nanti bisa ganti pakaian yang telah saya siapkan". 

Hatinya heran betapa baiknya anak muda yang berpangkat tinggi itu, tapi iamasih bertanya, apa yang akan diperbuat terhadapnya, tidakah ia akan di tahan seperti oleh tentara Belanda dulu?, Tapi ia menurut saja sebab tak ada pilihan lain, biarlah ia menikmati sisa hidupnya dalam tahanan.

Kek duduk di sini, maaf  kakek harus  makan dulu nih seadanya, bersama -sama saya. 

"Maaf nak Kakek merepotkan, maafkan Kakek nak, kakek sudah bersalah ikut mengotori pemandangan dalam upacara tadi".

"Tidak Kek. Kakak tidah salah, nanti kakek akan dipertemukan dengan teman Kakek seperjuangan dulu, sudahlah makan dulu nanti kita teruskan percakanpannya". 

Selesai makan Komandan itu mengajak Kakek bercakap-cakap.

"Kek nama kakek Hadi kan?"

"Ia nak dari mana tahu nama saya?"

"Kakek dulunya seorang pejuang kan".

"Ia nak tapi Kakek hanya pejuang kecil, yang tak bisa menyelamatkan komandan saya pada waktu itu"

"Komandan Kakek pada waktu itu Supriadi kan?"

"Kok nak bisa tahu semua?" ingatanya kembali kepada persistiwa puluhan tahun, saat ia menyelamatkan komandanya, dengan caram menusukan pisau pada tentara Belanda yang akan menembaknya, ia tusukkan pisau dan pada waktu itu ia ta ingat apa-apa karena pukulan bedil laras panjang dari belakang.

"Sudahlah Kek, aku betul-betul bahwa kakek adalah orang yang saya cari. reaksi anak muda itu dengan penuh kegembiraan. dan penuh rasa hormat kepada Kakek itu.

"Apa salahku Nak, sedemikian jahatkah kakek sampai di cari-cari jadi buronan?"

"Tidak  Kek, Kakek tidak jahat, malah Kakek orang yang sangat penting yang saya cari, sudahlah sekarang Kakek ikut ke rumah saya, Kakek akan saya pertemukan dengan orang yang telah kakek tolong dan Kakek adalah orang yang sangat penting dalam hidupnya." Keheranan menyelimuti hatinya tapi ia tak bernai bertanya terus terusan, biarlah ia menurut saja apa yang dilakukan komandan muda itu.

Tak lama ia sudah berada di dalam mobil, yang akhirnya membawanya di sebuah rumah, yang tak begitu mewah tapi begitu luas resik dan terkesan natural. Tak lama kakek itu disuruh turun dan dipersilakan untuk masuk rumah. 

"Kakek duduk dulu di sini, tunggu sebentar". 

" Ya Nak" Ia masih merasa keheranan ada apa komandan Muda itu memperlakukannya begitu istimewa.

"Hadi, ini betul Hadi?" tiba tiba datang seorang tua tak jauh usianya dari dirinya.

"Pak jendral, ini betul Pak Supriadi Komandan saya" Keduanya saling berpelukan, begitu terharunya pertemuan mantan dua pejuang itu, tangisan keharuan kegembiraan sungguh suatu pertemuan yang melahirkan suatu anugrah yang luar biasa. 

"Maafkan aku Hadi, aku begitu lama menjelajahi negrei ini, baru sekarang ini Allah mempertemukan kita, melalui Putraku, sekali lagi maafkan aku, kau yang telah berjasa mengorbankan nyawaku, kau yang membunuh tentara Belanda yang akan menembakku, tanpa memperhitungkan keselamatan dirimu. Keduanya terus berangkulan dengan suatu tangisan haru. Alhamdulillah Ya Allah, dalam sisa-sia usia kita yang renta kita masih dipertemukan.

BACA JUGA JUDUL

"Pak Komandan, bagaimana Bapak pada waktu itu bisa selamat?"

"Sudah jangan panggil aku Bapak, kita kan bukan tentara lagi, kita kan hanya kekek yangsudah renta, panggil saja aku akang, ceritanya kan pada waktu itu kau membunuh seorang tentara kafir  yang siap menembakku, melihat dia tersungkur aku lari, menyelamatkan diri, dikira kau ikut, lari tapi ternyata kau tidak mengikutiku, aku segera berbelok arah mengintip tampat yang tadi, ternyata kau sudah digiring, dengan tangan terikat diikuti 10 tentara kafir, dalam hati aku ingin menyelamatkanmu, tapi melihat begitu ketatnya kau dijaga 10 tentara musuh, aku tak mampu berbuat apa apa.

"Aku bergabung dengan pasukan pejuang lain, mencari informasi keberadaanmu, 3 hari kemudian setelah menyusun kekuatan, ku serang markas mereka, siapa tau kau ada di sana. Tapi setelah ku abrak abrik markas musuh ternyata kau tidak ada, hanya mayat mayat tentara musuh yang ku temukan berserakan, Berpuluh puluh tahun aku mencarinya, malah aku sudah putus asa, hari ini kita dipertemukan suatu anugrah yang begitu besar, ternyata kau masih hidup, kita masih dipertemukan Ya Allaaah" Orang tua itu tak kuasa lagi menahan haru kesedoihan kegembiraan dan rasa syukur mengaduk ngaduk perasaan hatinya'. 

Angin di luar berhembus kecil, menerpa pepohonan yang tumbuh disekitar rumah, gerimis kecil menerpa dedaunan seolah merasakan pertemuan yang begitu mengharukan, keduanya larut dalam suatu perasaan yang begitu dalam. 

"Sekarang giliranmu untuk bercerita bagaimana kau masih bisa selamat".

"Baik Kang aku ceritakan perjalananku, pada waktu itu aku di bawa kemarkas, mengalami berbagai siksaan, tapi Allah masih menanganugarahkan aku untuk hidup, pada waktu itu  setelah 3 hari aku aku berada di markas mereka, hidungku mengeluarkan darah akibat siksaan yang merekalakukan, oleh seseorang yang merupakan teman mereka aku disuruh membasuhnya ke kamar mandi, lalu dia berbisik, "lihat jendela loloskan diri dari sana" aku heran dan ternyata setelah aku berada dikamar mandi jendelanya sudah tak berkaca dan cukup lebar untuk keluar dari sana, aku berhasil meloloskan diri, hanya yang jadi pertanyaanku siapa orang yang membisikan aku memberi kode untuk meloloskan diri, aku terlunta-lunta keluargaku semua sudah menninggal, rumah peninggalan orang tua sudah dikuasai orang, pernah ada orang datang memaksa untuk menguruskan tunjangan peteran pejuang, dia betul-betul setengah memaksa, tapi rupanya hanya menipu saja sampai jutaan, aku disuruh meminjam uang, tapi akhirnya aku diberi pinjaman orang, ternyata aku tidak diakui sebagai peteran pejuang, dan akhirnyaaku ditagih orang yang memberikanutang untuk pengurusan tersebut. Alhamdulillah aku mencicilnya dengan hasil jadi pemulung, dan aku berteduh dimana saja asal aku bisa tidur. satu aktivitas yang tak pernah kulupakan mengerjakan sholat, itupun aku tak berani mengerjakan dimesjid, sebab melihat penampilanku sering orangmengusirnya. Tadi subuh aku masih ingat bahwa hari ini hari Kemerdekaan RI yang ke-78 inginnya aku ikut upacara, tapisiapa sudi yang mau dekat denganku, aku menyaksikannyadi pinggir Lapang, itupun dibentak-bentak dan diusir oleh Satpol PP, untung putramu menghampiriku yah akhirnya aku bisa bertemu denganmu, Terima kasih Ya Allaah", orngtua itu mengakhiri cerita tersebut dengan menangiiis sejadi-jadinya".

DI SINI

Diluar gerimis masih turun, keadaaan alam yang mendung, gemersik dedaunan seolah-olah melankoli alam yang mengiringi pertemuan yang mengharukan. 

Sudahlah kau tinggal disini menemaniku, aku tinggal bersama putraku dan mantuku serta cucuku yang sekarang lagi kuliahdi ITB dan satu di Yogyakarta

Bersambung Bagian 2

Rabu, 17 Juli 2024

SANTANA KEUR NGLALANA ( Satria Pinilih ti Guha Raksa Sabana Bagian 1)

 SATRIA PINILIH TI GUHA RAKSA SABANA (BAGIAN 1)


rajasastra-us.blogspot.com

Wargi sadaya ieu carita terasna   tina carita “Santana Keur  ngalalana “ ngahaja di judulan “Satria Pinilih ti Guha Raksa Sabana”. Saluyu tempat nu jadoi pangrereban Santana dina ngasakeun elm una.

sim kuring ngagarap deui carita nu katunda  anu geus cukup lila. Bilih aya wargi nu can kantos maos   carita sa teuacana tiasa diungkab deui  dina carita “Santana Keur Ngalalana ti bagian ka 1 nepi ka bagian ka 6.

Ringkesan carita Santana Keur  ngalalana bagean 6

Santana manggihan Guha nu ngaranna Guha Raksa Sabana, didinya katitenan aya tulisan jeung gambar-gambar anu ngarupakeun elmu silat dina tataran luhur. Ti saurang pendekar nu ngaranna “Ki Ajar Sakti” anu akhirna katalungtik yen Ki Ajar Sakti ngarupakeun Bapa ti Dua Guru Santana. Ti harita Santana keyeng hayang asup deui ka Guha tapi teu bisa sabab kudu ngawasa heula elmu ti guruna Ki Ajar Pangestu. Ti harita Santana soson soson diajar ti Ki Ajar Pangestu, anu akhirna Santana mikamilik sakabeh elmu Ki Ajar Pangestu. Nya waktu ieu Santana Asup Ka Guha Raksa Sabana kalawan ijin jeung restu ti guruna

 SATRIA PINILIH TI GUHA RAKSA SABANA (BAGEAN 1)

Sabada solat subuh harita the , santana geus manco hareupen nu jadi guruna Ki Ajar Pangestu

“Jalu anaking, isuk-isuk poé ieu hidep geus waktuna asup ka jero guha Raksa Sabana, wayahna hidep moal bisa di barengan ku Kula, sabab iwal ti hidep  nu  bisa asup ka jero guha, sarta tilu wanara Sakti jeung maung bodas, nu bisa lalar liwat, bisa maturan hidep sarta nyadiakeun kaperluan hidep. Sok jalu sadatang ka jero guha kabeh  nu aya di jero guha bakal mere pituduh pikeun hidep di ajar pengaweruh nu bakal jadi warisan ti Bapak Kula Ki Ajar Sakti ”.

“Ki Guru salami ieu  putra rumaos seueur nyesahkeun, elmu Ki Guru no tos kapimilik mugia manfaat, insya  Allah Santana baris ngajalankeun sakumaha nasehat pun Guru”

“Kula rek ngawariskeun ieu gegaman mangrupa Cameti Sakti pikeun gegaman hidep di mana hidep hiji waktu bisi adu hareupan jeung musuh, tapi tong digunakeun lamun teu kapaksa, engke oge bakal aya pituduh kumaha cara ngagunakeun nana”. Santana namapanan eta gegaman mangrupa cameti anu digulungkeun, karasa waktu ditampanan aya  hawa tiis nu nyaliara  kana sakujur awakna.

“Hiji deui jalu ieu bungkusan rompi jeung calana cingkrang nu dijieun tina kulit lodaya 20 taun ka tukang, bisa dipaké ku hidep lamun pareng hidep turun gunung, lamun hidep maké  ieu rompi jeung calanana moal aya pakarang nu bisa nembus kana awak hidep sarta dilengkepan jeung tutup sirah sarta sapasang sapatuna”. Nga geter  Santana nampanan barang ti Guruna, aya nu ngeclak ngalembereh dina pipina cimata kabungah sarta rasa sedih kingkin bakal papisah jeung guruna.

“Bral jalu geura indit nuju ka jero Guha”. Guruna ngarangkul Santana. Sanggeus lesot tina rangkulan  Guruna ngaleos atuh santana teu loba carita, jleng luncat clé neté na batu handapeun tangkal caringin teurus Santana ngageroan Si belang, teu lila Si Belang geus aya hareupeunnana.

“Belang hayu hidep, milu ka Kula, ke kukula diwawuhkwun jeung tilu Wanara Sakti oge maung bodas”.

“Si Belang nemalan bari ngunggutkeun sirahna”. Jleng Santana luncat kana tonggong Si Belang, belesat lumpat Tarik naker, teu lila geus aya dihareupeun lawang guha, di dinya geus nyampak maung Bodas sarta tilu Wanara Sakti. Sakilat Santana geus aya hareupeun Maung Bodas sarta tilu Wanara Sakti,

“He Sobat-sobat kaula ieu batur kula Si belang bakal jadi batur hidep, tapi wayahna belang hidep moal bisa kaluar asup ka guha, sarta belang hidep moal bisa nembus lawang  guha. Hidep jaga di luar sawaktu-waktu mun ieu Si Bodas jeung wanara kaluar hidep bisa babarengan, saluyu jeung paréntah Si Bodas”. Si Belang ngadeukeutan maung bodas sarta manéhna ngaléndotan Si Bodas sarta tilu wanara, tandaning nurut kana carita Santana, sarta manéhna baris nurut ka paréntah sarta jadi sobat Maung Bodas ogé tilu Wanara Sakti.

Santana terus asup ka Jero guha, dituturkeun ku Maung Bodas sarta tilu wanara Sakti, Ari Si Belang ngaléos kana rungkun deukeut guha nu aya batu niung ngajegir. Sabada nepi ka jero guha, Santana diuk na batu nu ngadémprak, manéhna menekung ka nu agung sarta nyeukeutkeun pangrasa, panenyo sarta pangdéngena, ku hal itu Santana geus bisa nganyahokeun sakabéh nu aya di jero guha kaasup  tampian  tempat wudu ogé paranti mandi, sarta tempat paranti sholat.

“Emh… bener bener luar biasa ieu guha, sagala kumplit lir ibarat wangunan imah anu kacida laluasana” Santana ngilikan pituduh anu aya dina sisi guha pikeun nalungtik kudu timana manéhna mimiti diajar, akhirna Santana mangihan tulisan ngajeblag anu unina kieu.

“Bismillah wiwitan gawé pancegkeun haté nu ikhlas leungeun namprak dina dada sila na amparan bumi, sirah tungkul bari syukur, insya Allah sagala hal  bakal mangfaat natrat asal terus marifat, sajam satengah bada subuh tong kaganggu ku rasa tunuh”. Akhirna Santana ngarti naon mimiti nu kudu dilakukeun. Nganung harti  kula timimiti subuh engké geus kudu ngalakonan ieu pituduh. Akhirna santana mapayan sagala pituduh nu ngajareblag dina batu sisi guha. Teu karasa waktu geus nepi ka lohor hal éta datang tina isarah batu anu bentukna saperti kohkol nitir lamun geus waktuna solat.

Santana muru tampian sarta kumplit aya tempat bubuang, singhoréng eta tampian nyurug tina sumer cai nu di kocorkeun ku coléng awi, sarta tina tampian nyamung kaluar kawalungan gedé anu aya di luareun guha, sedengkeun dua meter ti tampian aya lawang leutik paranti kaluar asup ka sisi walungan, aya pituduh husus pikeun muka jeung nutup eta panto nu  dijieun tina batu, ku cara mencét tomol batu. Hal éta kanyahoan tina tulisan dina  kulit kelenci nu nga haja disiapkeun ku Ki Ajar Sakti.

Nyobaan Santana muka eta panto saluyu jeung pituduh, panto lalaunan muka sarta diluar aya batu niung sarta pangdiukan paranti nyawang kaéndahan sisi walungan sarta kaéndahan séjén nu aya di jero guha. Tapi santana teu lila sabab maksudna ogé rék mandi tuluy solat. Dina hiji kamer di jero guha cukup kira-kira keur 5 urangeun.

Beres solat santana ulak ilik néangan ruang khusus pikeun leleson nya kapangih aya hiji ruangan ukuran 3 meter ka opat meter dijerona aya batu ngabentuk meja nu geus ditumpangan ku kulit eme leuweung leuwih ti cukup keur saré duaaneun sarta karasa empuk sabab dilapisan ku kapuk menunang mungkus.

“Subhanalloh ieu mah tempat sare anu kacida méwahna, gerenendeng haté Santana. Sedengkeun maung bodas milu nuturkeun sok sanajan ngan ukur di sisi lawang kamar. Minangkanamah ngajaga jeung nalingakeun gerak gerik Santana.

BACAAN LAINNYA

“Bodas milu asup jeung kula maneh sare di jero jeung kula! “

“Maung Bodas ngagideugkleun sirahna tandaning nolak kana pamenta Santana”.

“Santana ngarti kana panolak Si Bodas memang  Tugas SI Bodas ngajaga diluareun kamer”.

Sangeus ngaso sakeudeung santana kaluar deui ti jero kamar, manehna neruskeun nalungtik nu aya di jero guha kalayan di papay taya nu kaliwat. Santana beuki ngarasa helok, sabab tempat tempat diguha kacida endahna pinuh ku hiasan alam anu moal eleh ku buatan manusa. Malah aya hiji kenop ari diteken ti luhur ting baranya sababarha batu mancarkeun cahaya nepikeun ka éta dijero guha ngempray caang, sing horéng éta kenop ngahubung jeung panutup batu batu nu caang tadi.

“Ya Allah sanajan éta batu nu mancarkeun cahaya batu alam, tapi tapi diropéa make leungeun manusa anu kacida trampilna” Gerentena hatV manehna  pinuh kurasa helok anu taya bandingna.

Teu karasa datang waktu asar, datang waktu asar, sabada solat Santana ditungtung ku wanara nuju kana hiji ruangan. Sing horeng karuangan tempat dahar didinya geus nyampak beuleum taleus, beuleum lauk, malah aya bubuahan jeung cai heneut tina teko nu dijieun tana awi sarta cangkir awi parenti nginumna.  Santana ngan ukur ngarérét ka wanara, Wanara méré isarat sangkan Santana ngeusian beuteng.

Waktu beurang kaganti ku sorē  manjing asar teu lila datang magrib.

Maju kapeuting Santana ngagolédag dina pangsaréan sabada ngalaksanakeun kawajiban jeung babacaan sakumaha umat muslim.

Jam 03.00 manehna geus ngoréjat hudang pikeun tahajud sarta ngadagoan wanci subuh. Sabada solat subuh manéhna ngahaja muru tempat anu rada lega. Leungeunna nampark dina dada, sirah tungkul sarta pikiranana musat kanu kawasa, hawa tiis nyulusup nyaliara kana awakna, teu kanyahoaan ku dirina aya cahaya bodas semu cekas ngalimpudan dirina anu akhirna asup kana awakna bareng jeung rasa haneut ngalimpoudan awakna. Kusantana dirasakeun bari jeung di kadalikeun ku cara narik leungeuna kana hulu  ati. Kitu jeung kitu we nepi ka beurang, karasa awakna leuwih hampang lir meunang kakuatan anyar. Hal eta dilakukeun salila 3 subuh, nepika sinar bodas herang nu asup kana awakna bener bener geus dipimilik ku dirina, nepika awakna bisa hampang ngalayang leumpang dina angin nu taya tincakeun. Sing horeng Inti tina elmu saepi angin nu pernah diajarkeun ku guruna geus nepi katahapan anu sampurna, dina harti manehna bisa leupang dina tempat nu taya tincakeun ngalayang di awang-awang. Poe ka opat jeung saterusna manēhna   ngalatih jurus jurus sakumaha anunantrat dana batu di jero guha kabeh dilatih satahap -satahap taya nu kaliwat. Saperti harita manehna ngalatih elmu baraja geni dina tahapan akhir. Sinar biru bisa kaluar tina leungeunna kalayan bisa ngaluarkeun panas anu rohaka. Ku jalan ngaluarkeun inti panas, panas nu bis kaluar kacida rohakana, beusi bae bisa leyur jadi cai.

KLIK DI SINI

NYAMBUNG KA BAGEAN 2

Minggu, 30 Juni 2024

BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA BAGIAN 5

 BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA BAGIAN 5
Karya :  Undang Sumargana,

(Cerita bersambung bagian 5)

Catatan:
teman-temanku yang baik, pembaca yang Budiman, penulis mohon maaf baru bisa melanjutkan ceritanya, hal ini karena kesibukan yang tentu harus lebih dulu diutamakan, selamat membaca cerita bagian 5 dan sengaja penulis, tayangkan kembali bagian akhir dari cerita bagian 4 untuk mengingat Kembali cerita lama.
Selamat membaca 


Tiba-tiba bayangan dan suara itu seolah lenyap disapu angin, seolah -olah membangkitkan kesadaranku dari lamunan berkepanjangan. Ya memang aku tak boleh berlarut-larut dalam kesedihan yang terus-terusan, 3 hari lagi aku di Wisuda, seharusnya dijalani bersamaYanti kekasihku tapi, takdir Allah menentukan lain. (Bersambung ke bagian 5 )

Hari itu hari wisudaku, seharusnya aku bergembira, tapi hari itu aku tak begitu bergairah. Ingatanku pada Yanti sulit kuhapus, tapi aku tak mau kelihatan sedih di depan teman-temanku, di depan orang tuaku, biarlah hati seolah olah disayat sembilu, tapi roman muka harus nampak seperti orang bergembira. Akhirnya acara wisuda yang aku rasakan membosankan itu selesai juga.
Pulang dari Wisuda setelah bersih-bersih dan istirahat, ku duduk depan wisma, dalam suasana mentari terperangkap dalam senja. Cahya yang menguning berbaur dengan cahya lembayung yang hampir mengelam, ada goresan kenangan yang melajur dalam guratan usia, mengiris tipis pedih seperti sayatan sembilu menoreh hati. Usia yang merayap ke ujung waktu, seperti ingin menghempas helaan napas, hidup rasanya ingin berakhir
Hidup harus berakhir ?
Tidak!
Tidak......! “Jangan bodoh kau jangan kau sia-siakan hidupmu saat ini kau telah melampoi berbagai rintangan”.
“Tapi terasa hidupku tak berarti, setelah berusaha memberi arti dalam hidupku”.
“Hidupmu tidak boleh berakhir dengan kematian kekasihmu, masih tersisa perjalanan hidup yang harus kau tempuh”.
“Aneh rasanya apa yang kuidamkan berbuah pahit, seperti pahit buah maja, sepahit empedu yang tak mampu kutelan”.
“Pahit manis kehidupan ada yang mengatur, sadarlah kau sadar...” Seolah olah suara hatiku terus membangkitkan kesadaranku.
“Semuanya karena kematian Yanti”
“Jangan salahkan kematian, itu takdir tuhan yang berlaku dalam kehidupan”
Lembayung langit semakin kelam, rasa hidupku seperti meniti kelam, terasa tak ada sedikitpun binaran cahya. Kulangkahkan kaki menuju sopa, di sana kutumpahkan air mata, tak mampu ku bendung, deras mengalir seolah menyisir relung hati yang tiada bertepi.
“Relakan Yanti kak, Yanti sudah Bahagia di sini, kalau kakak kasihan pada Yanti kakak harus kuat, bangkitlah kak, bangkitlah jangan tepuruk dalam kesedihan” Suara itu terus berbisik ditelingaku.
“Suara Yantikah itu?”
“Ya apapun yang terjadi aku harus Kembali menata kehidupan” Aku harus kembali membuat rencana agar hidup bisa berlanjut.
“ Dua bulan kemudian aku mengajukan perpindahan tugas mengajar, ke daerah tempat asalku di Desa Cikukulu, masih dalam Kec. Karangnunggal, hal ini kulakukan dengan pertimbangan yang matang, setelah berunding dengan orang tuaku, serta dengan pertimbangan agar kesedihanku tak berlarut. Setelah diterimanya SK perpindahan aku berpamitan dengan anak-anak, dengan guru dengan masyarakat, serta orang tua Yanti yang tetap kuhormati, malah dalam jiarah sebelum aku meninggalkan Dusun Citoe, aku panjatkan doa di dekat kuburan Yanti dengan penuh khusu meskipun disertai derai air mata.

“Ya Allah Tuhan Yang Maharahman, Dia gadis baik, tempatkanlah dia di sisimu,

Ya Allah ya Mujibba Syaillin
Ya Allah |ya Mujibba darojatin
Pertemukan aku disurgamu Ya Robb, kepada Mu-lah kutitipkan Yanti gadis baik yang pernah jadi kekasihku, dan kepada Mu-lah aku mohon bimbinganmu agar hidupku lebih baik dan selalu dalam bimbinganmu. Terasa agak lega pikiranku kini.
“Semangat, semangat, semangat ... !” aku mencoba memaotivasi diriku sendiri, mencoba untuk bertekad meraih hidup yang lebih baik.
Kutinggalkan tempat yang penuh kenangan, ada rasa haru berbaur di dalam kalbu, ada rasa lirih dalam bisikan angin, ada gelora rasa yang berbaur dengan deburan ombak lautan, tapi aku harus tetap melangkah uantuk melanjutkan kehidupan. Pamitan terakhir dengan orang tua serta saudara Alm Yanti membangkitkan kesedihan yang sulit kuhindari. Berjalan menyusuri jalan setapak menuju tempat mangkal kendaraan. Sepanjang perjalanan terlihat tanah hangus terbakar api. Tanah yang terbakar api akan menjadi subur, tempat menanam palawija dan buah buahan. Tanah akan melahirkan tetumbuhan , tetumbuhan memberikan kehidupan kepada manusia. Manusia akan melahirkan generasi manusia.
“Tetapi api sendiri menghaguskan dirinya sendiri.”
“Api menghaguskan segalanya, seperti itulah cinta menghanguskan kayu menghanguskan logam mulia, bahkan Cinta menghanguskan hati”
“Jadi cinta adalah menyakitkan?”
“Ya cinta adalah perasaan sedih”
“Dua kekasih dipisahkan dengan maut, yang hidup harus putuskan tali kasih, agar hidup tak larut dengan kesedihan”.
“Hidup tak boleh berhenti pada cinta, jika hidup berhenti, berarti itu sudah mati” .
”Ya mati seperti kekasihmu, maka carilah pengganti yang masih hidup”.
“kalau cari pengganti berarti berkhianat”.
“Ya melupakan yang mati tak berarti berkhianan, sebab yang hidup mesti berlanjut”.
Dialog-dialog terus merasuki pikiranku tak terasa sampai juga di tempat mangkal kendaraann, yang terus membawaku ke tempat tujuan.
Sudah sebulan aku berada di tempat baru, tepatnya aku bertugas di SDN Neglasari berada di Desa Cikukulu, meskipun Desa ini tempat kelahiranku tapi rasanya masih terasa asing. Ku jalani hidup ini dengan penuh kesibukan di berbagai organisasi, di organisasi pemuda, Lembaga Lembaga Desa bahkan dalam organisasi-organisasi lain kuterjuni. Terasa kesedihan mulai berkurang aku larut dalam berbagai kegiatan yang menyita waktu walaun terus berusaha tapi ingatanku pada Yanti sulit untuk kulupakan.
Dua tahun terlewati usia yang terus merayap semakin tua, malah orang tuaku menasehatiku agar aku cepat beristiri.
“Aku harus beristri?”
“Masih adakah perempuan yang ku Cintai?”
“Ya persyetan dengan cinta yang penting aku berumah tangga, dan menjalankankewajibanku sebagai kepala rumah tangga?”
“Menikah tanpa cinta?”
“Haruskah itu kulakukan?”.
“Ya niat dan itikad baik akan menumbuhkan cinta, yang penting kau menjalankan dan memperlakukan istrimu nanti dengan baik yang akhirnya menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang”.
Aku terus berkelana mengembara, untuk mencoba mengepakan sayap, seperti naik kea awang-awang, melintasi cakrawala luas, kemudian meluncur di landasan yang tak kusadari. Aku terus berselancar melayang seperti abu yang diterbangkan hanya melayang tanpa arah, ya memang hidupku seperti abu mengikuti sang bayu yang menerbangkan aku. Akhirnya karena dorongan usia yang semakin tua serta saran dari kedua orang tuaku aku memasuki Babak baru kehidupan berumah tangga, 05 Juli 1991 tepatnya aku mulai membangun bahtera rumah tangga.
Sebagai Kepala Rumah tangga aku berusaha menjadi kepala rumah tangga yang baik, sebagai suami aku berusaha menjadi suami yang baik, walau sulit tumbuhkan cinta tapi dalam berumah tangga cinta bukan segala-galanya, berbuat baik menjalankan kewajiban itu yang harus kulakukan, aku berharap itu merupakan ibadah yang dapat menuntun aku kearah yang lebih baik.karena pada hakekatnya hidup itu adalah ibadah, yang membawa diri kita dalam kasih sayang Allah yang tak tertandingi.
Hidupku terus kujalani dalam kehidupan rumah tangga kelahiran putriku dalam tahun ke dua belas dari pernikahanku membuat aku harus terus bersemangat menjadi kepala RumahTangga dan suami yang baik. Bahkan perjalanan terus berlanjut aku terus melanjutkan pandidikan ke jenjang S2. Kujalani perkuliahan menjelang akhir perkuliahan istriku dilanda sakit, yang membuat aku menjadi sedih dan menambah beban kesibukan yang harus kujalani, Saat itu aku sudah bertugas menjadi Kepala SD di SDN Cibatu 1, banyak meninggalkan tugas pada waktu itu karena istriku menjalani oprasi di salah satu rumahsakit di Bandung. Oprasi telah dijalani setelah menjalani perawatan akhirnya diperbolehkan pulang, meskipu keadaan istriku masih terlihat parah, tapi dengan ijin dokter di bawa pulang.
BACAAN LAINNYA:
Takdir berkata lain kehendak Allah tak terbendung akhirnya isriku meninggalkan kehidupan menghadap Illahi.
Sedih, ya pasti sedih, aku berpelukan dengan putri tercintaku yang saat itu baru kelas 4 SD. Aku telah berusaha mencoba mengobati istriku dengan pengobatan dokter, tapi disini membuktikan bahwa yang menyembuhkan bukan dokter tapi Allah lah yang mempunyai kuasa segalanya. Dadaku seperti tak mampu lagi berguncang ketika menyaksikan kesedihan putriku yang ditinggal ibunya. Tapi apa hendak dikata takdir telah berkata lain, aku yang telah berusaha jadi suami yang baik. Hidupku sendiri sendiri dengan putriku harus kujalani dalam siklus kehidupan itu sendiri. Disaat aku mencoba memahami bahtra perkawinan, kini harus tenggelam kembali dalam lautan kesedihan, tapi harus tegar aku punya tanggung jawab buat ptriku tercinta.
KLIK DI SINI
(Bersambung ke bagian 6)

Rabu, 26 Juni 2024

BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA BAGIAN 4

BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA

Karya : Drs. Undang Sumargana, M.Pd

(Cerita bersambung bagian 4)

BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA BAGIAN 4

Rekan-rekan yang Budiman, mohon maaf sambungan cerita ini diterbitkan agak terlambat, karena kelalaianku, disebabkan kesibukan yang berkaitan dengan tugas, selamat

Fiktif atau paktakah cerita ini?

Cerita ini merupakan cerita fiktif yang diangkat dari Sebagian besar  kenyataan hidup yang dialami, sekesil apapun semoga ada hal yang perlu diteladani dari cerita ini.

Selamat membaca dan menanggapi cerita ini 

rajasastra-us.blogspot.com Bayang-bayang waktu seperti tangan, seolah mulai membawa aku dalam kehidupan yang  bertaburan bunga, seperti kuntum yang mulai bermekaran, dalam keharuman nafas yang menggelorakan kebahagiaan, lantunan cinta seolah mulai menelisik  di dalam hati. Kebersamaan dengan  Yanti, seolah-olah dibuai dalam musikalisasi dari petikan gitar yang dimainkan para bidadari. Kuliahku dengan Yanti sudah menginjak semester akhir, tinggal Menyusun skripsi menghadapi sidang akhir dan bers-beres administrasi. Tentu saja aku  dan Yanti sudah menata rencana ke masa depan memasuki masa pertunangan dengan penuh keseriusan setelah restu kedua orang tuaku dan orang tua Yanti, Hidup itu memang aneh, hidup itu memang Ajaib, prmainan waktu yang telah menebarkan gelatar di gelora rasa, seperti goresan sebuah lukisan yang menebar keindahan tiada tara. Pikiranku tak pernah diam dari rancangan cita-cita melukis senja di masa datang.

“Kak jika kita telah menikah, jika kita telah tua, akankah kakak mengasihiku seperti sekarang?” Yanti tiba-tiba membuka pembicaraan saat duduk di depan rumahnya diterangi cahaya bulan.

“Masihkah kau meragukan aku?, dalam prinsip hidupku, kalau aku sudah menikahimu, berarti kau pilihan terakhir?”

“Kalau kakak lupa janji?”

“Kewajiban  istrilah untuk mengingatkannya”

“Tetapi lelaki suka lupa janji”

“Lupa berarti tak ingat, berarti tugas istrilah harus selalu mengingatkan jangan sampai suami berbuat salah, bersama-sama membangun kebenaran.”

“Tapi kebenaran itu bisa dimanipulasi kak”.

“Walaupun dimanipulasi kebenaran tetap kebenaran, tak bisa digantikan dengan hal yang salah, dan pada dasarnya kebenaran adalah sari kehidupan”

“Jadi kebenaran sari kehidupan”

“Kebenaran adalah inti kehidupan yang berkaitan dengan hati nurani, bersandar pada aturan agama, yang akan menjadi kebenaran hakiki yang Universal”.

Bersama Yanti kekasihku hidup terasa begitu indah, meskipun adakalanya berselisih paham tapi bisa diselesaikan dengan baik

“Yanti beberapa bulan lagi kita menyelesaikan kuliah, siding akhir  dan setelah itu kita menikah”.

“Jaga dirimu baik-baik jangan sampai terjadi apa-apa”

“Juga kaka”

“ya juga aku”

Waktu terus berjalan, selangkah lagi aku dan yanti menyelesaikan kuliah, dan hari itu yanti berangkat sendiri ketempat kuliah karena aku  ada tugas yang tak dapat kutinggalkan. Ada rasa lain ketika yanti berpamitan berangkat menuju campus, seolah-olah tak bisa bertemu lagi, tapi bayangan buruk itu akhirnya sirna, dengan menghadapi tugas lain yang bisa kukerjakan.

Minggu hari itu, tiba tiba aku dengar kabar bis yang biasa berangkat Tasik-Pamayang membawa muatan dari Tasik ke Pamayang mengalami kecelakaan masuk jurang setelah melewati belokan sehabis perkebunan karet. Pikiranku gelisah jangan-jangan Yanti berada di Bis itu. Benar saja 10 menit setelah itu dapat kabar Yanti ada Di Puskesmas Cipatujah, dengan hati yang kalut aku segera berangkat ke sana bersama keluarga Yanti. Sampai  di sana yanti ada diruangan perawatan dengan balutan di Kepala, tangan dan kaki, terlihat lukanya begitu parah.

“Makasih kak, kakak sudah datang”

“ Ya Bersama ayah dan Ibumu, sudahlah istirahat jangan banyak bergerak dan bicara”.

“Mana ayah dan Ibu ku Kak?”

“Ini nak, sudahlah jangan banyak bergerak”.

“Ayah , Bu, Kak, Kepala Yanti sakit, maapkan Yanti, mungkin ini terakhir Yanti bicara sama, Ayah, Ibu dan Kakak”.

“Sudahlah nak kau pasti sembuh, jangan bicara yang tidak-tidak” Bu Haji bicara sambil berderai air mata.

“Ya nak kau pasti sembuh”  Pak Haji yang sekarang bicara sambil menahan tangis.

“Kak, kakak jangan sedih, aku pergi, relakan aku kak, Kakak sayang sama Yanti  kan?, aku pergi sekarang  kak, relakan aku kak!”.

“Tolong genggam tangan aku kak!”

“Ya sayang” Aku melihat ada tetesan air mata tergenang di kelopaknya. Ada kepiluan yang mengiris hatiku, ada bayangan hampa dalam tatapan matanya yang mulai meredup, desahan  suara halus  dari mulutnya.

“Ayah, mah, kak, sudahlah jangan menangis, sesungging senyum terlihat dari getar bibirnya, tiba-tiba tatapan mata tajam membarengi lapad Allah yang diucapkan, makin pelan-pelan dan tatapan matanya mulai meredup Bersama berhentinya geletar bibirnya, dan detak darah nadi di tangannya tidak ada lagi,

“Subhanalloh, kau telah pergi Dik Yanti” dokterpun datang dan memeriksa detak jantungnya.

“Ibu Bapak, mohon yang sabar , putra Ibu /Bapak telah menghadap Illahi”.

Seperti tersentak aku mendengar perkataan dokter, isak tangis keluarga Yanti pun terdengar begitu pilu, akupun,  sebagai lelaki tak sanggup menahan deraian air mata, seolah olah ada kehampaan yang menyeruak dalam dadaku, ada kesedihan yang mengiris pilu menembus hati, merasakan kegelapan dalam gulita yang begitu pekat. Dunia tiba-tiba berada dalam gulita, kematian Yanti kekasihku merupakan pukulan berat dalam hidupku.

Ini hari ke-7 kematian Yanti, langit yang dulu bercahaya gemilang kini mengelam dalam kesenduan. Cahaya  yang dulu sering menuntun aku, rasanya jadi patah di tengah, yang kurasakan hanya kegelapan yang berkepanjangan ysng dirasa sulit untuk bangkit, keluarga Yantipun sama seperti yang kurasakan, ibunya terutama yang sering terlihat berderai air mata, Ini terasa kesepian yang begitu menyiksa setelah baru saja berkumpul Bersama banyak orang setelah melaksanakan tahlillan. Hanya pak Haji ayahnya Alm Yanti yang terlihat tegar, mungkin karena beliau begitu kuatnya dasar agama yang melekat pada dirinya.

Kematian Yanti, menoreh duka yang menyekap dalam dadaku. Duka yang menyekap  membuat hidupku berantakan, kelam yang membentang, mengiris perih menoreh luka di dalam jiwa. Bersama desiran angin seolah ada suara halus mengurai kesunyian, suara seolah-olah piala cinta yang diusung para malaikat dibawa dari sang  kekasih.

Purnama ke-6 aku masih merasakan  sisa sisa kesedihan , aku duduk di beranda wisma. Cahya bulan yang dulu terasa indah, kini terasa cahaya pekat yang menyisakan luka di dada, ada haru yang terus terusan menusuk lerung kalbu.

“Enam bulan yang lalu kita bisa menikmati cahya bulan purnama berdua  di tepi pantai”.

“Jangan sedih kak, seharusnya kakak bergembira karena kakak telah lulus jadi Sarjana, tinggal acara pesta menghadiri Wisuda pengukuhan Gelar Drs. Yang telah kakak sandang”

“seharusnya kegembiraan itu dirasakan bersama Dik Yanti sayang?”

“Sudahlah kak, kakak sayang kan pada Yanti, relakan Yanti kak, di sini Yanti telah merasakan kebahagiaan yang tiada bandingnya, bangkitlah kak, ayo bangkit, kakak lelaki yang kuat yang masih harus menjalani hidup dengan penuh semangat”   Di sini  

Tiba-tiba bayangan  dan suara itu seolah lenyap disapu angin, seolah -olah membangkitkan kesadaranku dari lamunan berkepanjangan. Ya memang aku tak boleh  berlarut-larut dalam kesedihan yang terus-terusan, 3 hari lagi aku di Wisuda, seharusnya dijalani bersamaYanti kekasihku tapi, takdir Allah menentukan lain.                      (Bersambung ke bagian 5 )

 

Selasa, 25 Juni 2024

BIALANGLALA CINTA SEORANG KELANA BAGIAN 3

};

 

BIANGLALA CINTA SEORANG KELANA

Karya :  Undang Sumargana

(Cerita bersambung bagian 3)


Catatan

Dulu kalau mau ke Cidadap apalagi ke Citoe, bnyak mengunakan jalan jalur Cipatujah, berhenti di Sabeulit naik bis sampai Cikawung Ading. Karena jalan yang dari Sindangreret sangat langka kendaraan.  Sampai di cikawung ading, nyebrang sungai kecil naik eretan,yang lajunya pakai tambang, belum ada jembatan seperti sekarang, berjalan menyusuri jalan Setapak, sampai di sisi sungai cilangla naik menyebrang naik perahu, belum terbangun jembatan dan jalan seperti saat ini.

Untuk ditanggapi:

Saya menantikan tanggapan dan kritik untuk cerita ini, apalagi kalau ada bahasaya yang tak dimengerti langsung tanggapi di bloog. Maaf bila Bahasa-yang saya tulis kurang memasyarakat, tapi sengaja banyak Bahasa sastra, karena saya yakin kebanyakan pembaca Bapak Ibu guru yang tingkat Apresiasinya sudah cukup tinggi.

Memang ada orzng yang mengerti.

Ada orang yang sadar dirinya tak mengerti.

Ada orang yang pura pura mengerti

Ada orang yang pura-pura tak mengerti.

Ada orang yang tak tau bahwa dirinya tak mengerti.

 Sudah ah yu dari pada pusing  langsung pada sambungan cerita

rajasastra-us.blogspot.com  --- Cahya bulan terlihat mengambang di bebukitan desa, cahayanya tak begitu terang, ada rintik hujan yang turun perlahan, siulan angin di dedaunan, deburan suara ombak di kejauhan, berbaur dengan suara binatang malam. Seolah-olah ada lantunan kidung  kehidupan yang mengalunkan irama pedih mengiris hati. Pikiran menerawang menembus pilu di relung kalbu. Ada rasa kesunyian yang mengelus menembus tulang rusuk, yang kadang datang menebar pesona dalam janji setia.

Heemmhh ……janji setia? Cuma cerita kosong pemanis bibir.

Jangan percaya itu ! Itu adanya dicerita para putri putri kayangan yang menjungjung tinggi nilai- nilai kebenaran.

Kebenaran?

Adakah kebenaran dalam cinta?

Kebenaran dalam cinta? Ya… cinta yang dihiasi kesetiaan, tapi tidak semua cinta dihiasi kesetiaan, bahkan yang banyak terjadi cinta yang diakhiri penghianatan.

Akhirnya aku terlelap dalam tidur setelah ada dalam lautan lamunan yang tiada berujung.

Tak terasa sudah tiba lagi hari jumat, waktunya aku berangkat ke Campus melaksanakan perkuliahan. Berangkat bersama Yanti, menjadikan aku semakin akrab, sikap dia yang agak manja, menjadikan aku agak risi, biarlah dia kuanggap adikku, adik manis yang kadang menimbulkan rasa kangen.

Hemmh…. aku mencoba menepis rasa lain yang kadang tumbuh tak disengaja. Satu bis bersama, duduk bersama tapi diperjalanan  dalam bis  banyak waktu   kuhabiskan untuk membaca buku ysng berkaitan dengan mata kuliah.

Heemmh dasar kutu buku? Yanti mendengus kesal, tapi kubiarkan saja seolah-olah aku tak menanggapinya.

Dia merebut buku yang ku baca. “Enak saja dari tadi Yanti bicara, kenapa sih?”

Aku Cuma tersenyum menanggapi kekesalan dia.

 “Ya adik manisku aku sekarang kan dengarkan pembicaraanmu. Tapi sini bukuku akan ku masukan kedalam tas, nanti lupa”.

“Minggu sehabis kuliah kita pulang Bersama, dan Sabtu sore antar aku ke toko beli pakaian ya Pak?” dia memanggilku dengan sebutan  pak mungkin ini penghargaan terhadapku karena aku seorang guru.

“Ya dik, panggil dong aku Kakak, aku kan bukan bapakmu” kataku sambil tersenyum.

“Memang kau kakaku ?” Yanti menyela dengan muka kesal

Sisa perjalananku kuhabiskan dengan percakapan yang  tak tentu arah.  Akhirnya sampai juga aku di campus setelah bis berhenti dan dilanjutkan naik angkot. Mampir ke warung nasi sbelum jumatan dan masuk kuliah.

Selesai makan, aku bergegas untuk bayar  makan aku dan Yanti.

 Sudah dibayar oleh Neng Yanti” kata penjaga warung,

 Aku melirik kepada \yanti, “seharusnya aku yang bayar”

“Tidak apa-apa kan besok Kakak mau ngantar aku”, kata Yanti sambal tersenyum kecil

Aku berpamitan untuk melaksanakan sholat Jumat, sedangkan Yanti pergi ke arah perpustakaan di areal csmpus

Hari itu pembahasan di tempat kuliah, berkaitan dengan perkembangan sastra di Indonesia, dilanjutkan dengan Linguistik Bahasa Indonesia, dan berakhir sampai pukul 1630

Hari Sabtu sepulang Kuliah sebagaimana yang telah dijanjikan, Yanti mengajakku menyulusuri toko pakaian di Cihideung Tasikmalaya, Lama  menulusuri deretan toko-toko. Sebetulnya kesal juga, namung aku berusaha untuk sabar,tidak memperlihatkan muka suntuk.

“Sebetulnya pakaian apa yang kau cari ?”

“Ya sabarlah kak, nih ditoko ini pasti ada” sambil masuk ketoko Asia, akhirnya setelah menyusuri rak-rak pakaian Yanti, mengambil sebuah baju dan stelan roknya,

 “Ini bagus ya kak?”

“wow, bagus amat”  emang bagus pakaian itu corak warna yang menakjubkan  dan kainnya begitu halus, dan sempat kulirik  lebel harganya Rp 75.000,00, harga yang cukup mahal pada saat itu, gaji aku saja 1 bulan sebagai PNS dengan golongan II/a hanya   Rp 21.500,00, berarti kalau  beli pakaian seperti itu lebih dari 3 bulan gaji.

“Dia kan orang kaya?”

“Orang tuanya yang kaya, Yanti kan seorang mahasiswa, yang mendapat pasilitas dari orang tuanya.

Lamunanku tersentak Ketika Yanti memegang tanganku mengajak keluar setelah bayar di kasir.Diajaknya aku untuk ketempat baso, sebagaimana kebiasaan Wanita yang setiap berpergian tak lupa jajan baso, aku sih ikut juga meskipun, tidak biasa makan baso, yah hitung hitung menyenangkan Yanti

Naik angkot, di perempatan Padayungan aku berpisah Yanti menuju tempat kosnya  dekat Campus UNSIL, sedangkan aku menuju rumah kakaku tempatku menginap.

Hari minggu pagi bertemu di UNSIL, ia menghampirimu sambal senyum.

“Ada apa sih, senyum senyum tak karuan?”

“Hemmh aneh, pikirku

Ikh Judes amat, kaya kesurupan, jangan lupa nanti pulang Bersama”, Dia langsung pergi mencari tempat duduk, tak menunggu jawabanku, hanya yang aku herankan biasanya Yanti pulang 1 bulan 1 kali, kadang beberapa bulan tak pulang. Hemmh aneh, pikirku

Terlihat Dosen kebahasaan masuk ruangan, perkuliahan berakhir sampai pukul 10.00, Hari itu Cuma satu mata kuliah, dosen-dosen yang lainnya yang ada jadwal kuliah hari itu tidak hadi, jadi bisa pulang masih pagi.

Naik angkot naik bis, menikmati perjalanan sambal ngobrol, tentang kuliah tentang kehidupan keluarga dan kadang menyinggung tentang pribadi, senang juga ngobrol dengan Dia, orangnya bebas, kadang diselingi ketawa lepas, yang kadang membuat orang yang duduk berdekatan sering melirik. Akhirnya  sampai juga dipemberhentian bis di daerah Cikawung Ading  Nyebrang sungai kecil naik eretan, berjalan menyusuri jalan kecil, kanan kiri semak semak yang kadang merintangi perjalanan, 25 menit perjalan sebelum sampai di pinggir sungai dekat muara, Yanti berjalan dengan lincahnya diselingi percakapan, dan ketawa-ketawa kecil.

“Biasanya kan Yanti pulang 1 bulan 1 kali, bahkan sampai 2 bulan?”

“Kan sekarang ada kakak yang mengawal Yanti?”

“Emangnya aku pengawalmu?”

“Maunya apa, kekasihmu gitu?”

“yah terserahmu lah”

“Anggap saja, kita kekasih” Yanti menyela seolah tanpa beban, sedangkan mukaku agak memerah.

Hemmhh, gadis sableng, gadis berani, timpalku di dalam hati. 

BACAAN LAINNYA

Sampai juga di penyebrangan setelah memanggil perahu yang biasa menyebrangkan orang, dengan hati hati aku meghampiri perahu dan akhrinya menyebrangi sungai yang memang cukup luas. Saelang 10 menit berjalan sampai juga di depan rumah Yanti, rumah yang cukup besar, ada kesan mewah dengan penataan halaman yang begitu indah.

“Sini mampir dulu jangan dulu ke wisma, istirahat dulu, sambal menunggu si Bibi masak, kita makan Bersama” Kata yanti

Sebetulnya aku enggan singgah, mau cepat sampai, tapi ibu \Yanti menghampiri, dan agak memksa dengan bahasa yang ramah, kuturuti juga kurang enak kalau aku menolak. Makan bersama, ngobrol-ngobrol kecil dengan Bu Haji dan Pak Haji ibu dan ayah Yanti. Aku berpamitan, tapi Yanti nanti sore mengajak aku menghabiskan hari minggu menikmati pemandangan menyaksikan cahaya  Mentari di sore hari dan deburan ombak lautan. Perjalanan kira 10 menit sampai juga di wisma guru SD Karangmulya, ganti pakaian rebahan di Kasur tapi sulit mata untuk terpejam.

Aku membisu sendiri terasa ada guncangan kecil di hatiku, guncangan itu lebih merupakan kekecewaan yang tak berujung, karena dikhianati tapi merasa diri tak bersalah.

Aku harus bangkit-bangkit dari relung-relung penghianatan seorang wanita. Memang  cinta saja tidak cukup, apa sih yang diharapkan, dari aku hanya guru SD. Cinta telah sepakat untuk tidak saling menyakitkan, biarlah dia-dia yang telah dianggap kekasih telah berhianat, tapi aku – aku harus bangkit menata kehidupan. Rasa suka yang melimpah bisa naik ke langit, kadang tercurah ke bumi dengan dahsyat, dan menimbulkan rasa nyeri dan sakit hati.

          Yanti ?  Dia memberikan sinyal, tapi dia tak boleh jadi kekasihku apalagi untuk calon istriku. Tak mungkin-tak mungkin tak sepadan dia dari keluarga kaya, masa harus bersuamikan Guru SD yang gajinya paspasan. Apa lagi jika ingat waktu ngantar beli pakaian, satu stel saja pakaiannya 3 kali lipat gajiku, ngeri aku dibuatnya.

          Tapi Dia Cantik?

Tidak… Tidaaakkk, aku tak boleh jatuh cinta pada Yanti

“Dia kaya”

“Orang tuanya yang kaya

“jangan jangan manfaatkan dia”

“Emang salah, kalau mengharapkan dia, jangan bodoh Dia sudah mulai memberi sinyal, apa lagi nanti sore mau menikmati tenggelamnya cahya matahari.

“Ungkapkan bodoh ungkapkan !”, suara hatiku terus untuk menghasut aku agar aku jadian dengan Yanti

“Jangan-jangan biarlah dia menikmati keceriaan tanpa diembel-embeli rasa cinta. Anggap saja dia adikmu, itu saja sudah cukup. Jangan jadikan dia pelarian karena kau dihianati kekasihmu !” .

Akhirnya aku bertekad untuk melakukan kebaikan pada  Dia, tapi tak boleh aku jadikan dia sebagai kekasih. Lamunanku buyar bersamaan suara adzan ashar, aku mandi lakukan sholat ashar dan ganti pakaian untuk santai.

Ringan rasanya beban hatiku setelelah sholat ashar. Aku bertekad dalam hatiku bahwa kebaikan itu ibadah. Kebaikan datangnya dari Allah, maka perlunya kita berbuat  kebaikan agar disayang Allah.

Ya kebaikan adalah ibadah, maka janganlah berbuat hal yang tidak baik karena nanti akan mencemari kehidupanmu, kalau sudah tercemar akan menjadikan dirimu kotor.

Suara halus ketukan pintu, tak salah lagi Yanti sudah datang untuk menikmati cahya matahari di tepi pantai. Ku sambut dan langsung berjalan menuju Bukit Karang Bayawak. Duduk dibawah pohon rindang cari tempat yang tertinggi dari bukit itu, pandangan diarahkan ke Barat, arah matahari tenggelam. Terasa waktu merayap seperti bermain dengan angin, angin yang ramah membawa kehidupan.

“Kak begitu sejuk ya rasanya tiupan angin sore ini?”

“Tapi angin yang datang akan segera pergi mendera dari lembah ke lembah, tuh sekarang angin sedang mengelus pantai kebiruan laut”.

“Kok kaya manusia angin bisa mengelus”

“Ya iya lah,  tuh lihat sekarang angin nakal lagi menyingkap betismu”

“Ikh Kaka nakal sih” terlihat mukanya yang memerah sambil membetulkan roknya yang tersingkap.

Cahaya keemasan mulai ditaburkan di langit, seperti hamparan permadani yang memenuhi rongga bumi, warna-warna yang samar layaknya lukisan yang penuh misteri, ada kilauan cahaya terang seperti bersaing dengan malam, anginpun mulai senyap singgah dengan tiupan halus menyisir pepohonan. Hari terasa semakin menua bayangan alam seperti silhuet di ujung senja.

“Subhanalloh indah banget tuh mentari yang mulai tenggelam?” yanti berguman penuh kekaguman.

“Ya tapi keindahan tidak akan abadi”.

“Tapi setidaknya kita bisa merasakan saat keindahan itu ada”.

“Jika keindahan itu telah tiada?”

“Cari lagi yang masih ada” Yanti menjawab dengan jawaban ringan tapi berbekas dalam pikiranku.

“Yan, kamu baik cantik?” aku bicara setelah berguman.

“Kalau aku tak cantik, kakak gak mau temani aku?”

“bukan itu maksudnya sebaiknya kau harus sudah punya pacar”.

“kakak sendiri?” Yanti balik bertanya, membuat aku mati kutu tak mampu menjawabnya.

“kau sendiri mungkin sudah mendengar cerita hidupku, jadi aku tak punya pacar”

“Kalau aku jadi pacarmu?”

“Aku gak bakal mampu menghidupimu, beli pakaianmu saja harus 3 kali lipat gajiku”.  Yanti tertawa kecil, sambil menggoyang-goyangkan kepalanya.

“ Oh rupanya ini yang membuat kaka banyak terdiam waktu pulang kemarin, itu pesenan anak bibiku yang sebaya denganku dan ukuran badannya sama denganku, tak bakalan aku beli pakaian semahal itu, walau ada uang sekalipun, Aku anak Desa kak, meskipun orang tuaku kaya, tapi aku sedikit coba cari uang halal  kecil kecilan, selain baju yang mahal itu kan aku beli beberapa potong pakaian untuk anak anak, yah sedikit cari lebihnya.

Rupanya aku salah sangka, ternyata dia gadis baik yang mau mandiri  tak mengandalkan orang tua.

“Itu kak yang membuat aku selalu pulang sehabis kuliah, sebetulnya untuk memenuhi pesanan penduduk di sekitarku yah cari untung  sedikit, buat uang jajan dan keperluan kuliah” dia berbicara sambal tertawa kecil.

Aku mulai kagum, prasangka -prasangka buruk terhadapnya mulai hilang, yang ada dibenakku Ia gadis desa yang luar biasa, mana ada pada waktu itu anak-anak desa yang mau kuliah,  sampai SMP saja sudah untung, malah kebanyakan hanya cukup lulus SD.

”Kak-kak tuh lihat matahari mulai ditelan laut” Yanti membuyarkan lamunanku.

Sedikit sedikit mentari seolah tenggelam dari permukaan laut,  suatu keindahan yang tiada tara. Begitu sunyi hidup berebut dengan senja, kebiruan langit mulai dipoles kehitaman alam yang mulai kelam.

Beranjak aku bangun untuk pulang.

“Kak besok Senin kan hari libur, acara mau kemana?”

“Hari libur?” Aku baru ingat bahwa bsok tanggal merah

“Kalau mau nanti malam pamanku mau ambil udang di muara, kebetulan sekarang musim udang, malah nanti malam kan bulan Purnama, aku mau ikut, kalau kakak ikut, yah di pantai saja nunggu udang dan menikmati nasi liwet. Mau ya kak yah? Seolah-olah dia tak memberikan kesempatan untuk aku menolaknya.

“Emmhh gimana ya?”

“Ya maulah kan kakaku yang baik ” Yanti merayu untuk  mendesakku.

“Yaaa maulah, aku mengiyakan sambal tertawa.

Terlihat muka Yanti begitu ceria, Dia kelihat kegirangan.

“Pokoknya ditunggu, nanti sesudah magrib sholat isa ditempatku sesudah isa kita dengan paman dan beberapa orang langsung berangkat”.

“ Yah, apa sekarang harus ku antar pulang?”

“ Gak usahlah kaya jauh saja, tapi awas nanti kalau tidak datang” Sedikit dia mengancam,  sambil terus tinggalkan aku menuju rumahnya.

“Sudah sembahyang magrib aku langsung menuju rumah Yanti. Bercakap, cakap dengan orang tua dan keluarga yang lainnya, sambil menunggu waktu isa. Selesai sembahyang isa ada 3  orang yang Bersama Paman yanti, Putra Pamannya, dan 2 orang lainnya, aku dan rombongan berjalan sampai penambatan perahu, 2 orang ikut paman sedangkan aku dan seorang lagi tukang kebun ayahnya Yanti berjalan mengarah kedekat muara mencari tempat yang tepat, Kang Rusdi panggilannya, mempersiapkan tempat membuat liwet.

“Kerja kita apa Ya?”

“Kita cari tempat duduk saja sambil menunggu paman datang dan Nasi liwet masak?”

“Wah enak banget, duduk ngobrol ditemani gadis cantik, disediakan nasi liwet, bakar ikan dan Udang”

“Hemh mulai gombal”

“ Siapa gombal, emang kamu tidak merasa cantik”

“tuh mantan pacar kakak yang cantik”

“Hemmhh cantik cantik berhianat, aku bicara setengah mengeluh.

“Sudahlah duduk di sini, aku sengaja bawa tikar buat duduk”

“Sambil pacarana bolah engga?” Aku menggodanya.

“Siapa yang mau pacarana?” Dia bicara sambil ketus memonyongkan bibirnya.

Duduk berdua nikmati cahya bulan yang mulai terang, seperti ada cahya Ajaib yang turun dari langit, menangkap kilatan cahya ombak yang menaburkan kristal putih di tengah laut. Rasanya aku tak pernah menorehkan penaku untuk membangun sebuah kisah, aku hanya bisa mnorehkan pena mengungkap sebuah kisah kesedihan karena penghianatan. Tapi sekarang aku betul betul merasa senang.

”Jangan bodoh kau !”, suara hatiku menyentak malah mendorong aku untuk  bicara. “Sekarang waktunya kau berkata, gadis itu menantikanmu untuk bicara, sekarang waktunya, kau tak sadar dia telah memberikan sinyal sinyal kebaikan agar kau mengungkapkannya”.

“Tidaaak, tidaaak, telah dua kali aku dihianati kekasih ” seolah-olah aku berontak.

“Jangan dungu kau, dia gadis baik tak mungkin berhianat”

“Kalau berhianat ?”

“gak bakalanlah asal kau pandai menjaganya”

“:Kakak melamun ya” Yanti mengejutkan aku, aku senyum cengengesan merasa malu ketahuan melamun.

“Yanti gak merasa risi ajak aku?”

“Emang kenapa? Justru aku mersa bangga berteman dengan Bapak Guru, ingat Kakak itu seorang guru yang cukup dihormati di daerah ini, siapa sih yang tak bangga bisa ngobrol sama kakak, bisa berteman dengan kakak, kakak orang baik pintar lagi kan kalau ada tugas kuliah aku selalu mengcopy dari kakak.”.

Harga diriku merasa terangkat, tersanjung diriku rasanya,  keberanianku mulai bangkit.

“Kakak temanku yang sangat baik selama ini”

“Kalau bukan teman?” aku mulai mengatur setrategi pembicaraan

“Kalau bukan teman ya, mungkin bisa jadi pacar?”  Yanti bicara seolah olah tanpa beban, sambil – senyum senyum.

“Yaitu harus jadi” Jawabku singkat aku memberanikan diri sambal menatap dia

Gadis itu  menatap lembut ke arahku, seolah-olah tak percaya apa yang ku katakana.

“Betulkah itu kak, atau kakak hanya bercanda”.

“Memang kamu mau jadi pacarku?”

“Aku tak pernah main main dengan cinta, tapi aku sering dihianati dalam cinta”.

“Kak sudah lama aku menunggu  perkataan itu” Dia berbicara dengan menunduk, ada binar air mata di pipinya, mungkin  air mata kegembiraan.

“Sudahlah tak perlu menangis, kaya anak TK minta peremen saja” Dia menyeka air matanya dan mengembangkan seulas senyuman. Begitu manis senyuman itu terasa dadaku bergetar perlahan seperti dawai gitar yang dipetik perlahan.

Ini entah purnama keberapa aku berada di Daerah citoe, ini purnama yang istimewa, saat aku mendapatkan ganti kekasih yang telah berhianat. Malam ini Yanti resmi jadi pacarku. Seperti daun tertiup angin gemetar, ada goncangan harapan dalam hidupku. Kalau aku mengingat yang sudah-sudah berarti mundur ke belakang, suatu hal yang tak akan sampai-sampai.

Cahya bulan makin terang, laut tenang dihadapan kami seperti tak suka menghempaskan ombak.

”Heeemmmh…! Kita jadi sepasang kekasih dong kak?”

“Ya kita mulai mengarungi lautan cinta”?

“Cinta?” suara Yanti sayup tersipu ombak.

”Betul cinta  adalah kehidupan, tapi hidup tak boleh berhenti dalam cinta, Cinta memang selalu bergerak, cintalah yang menggerakkan kehidupan”

“Maksudnya kak?”

“Cinta menuntut kenyataan, kenyataan adalah harapan yang terwujud”.

“Ada harapan yang terwujud dalam kehidupan, ada pula harapan  yang terwujud di balik kehidupan”.

“Di balik kehidupan?” Maksudnya, Yanti semakin tak mengerti

“Ya di balik kehidupan, ada kehidupan lain setelah mengalami kematian”.

“Kematian?” Bukankah kematian itu akhir kehidupan?”

“Bukan-bukan, kematian adalah gerbang menuju kehidupan lain, merasakan siksa kubur atau nikmat kubur, sebelum dibangkitkan dan dikumpulkan di alam mashar, sampai kita di sambut  di  surga atau di lemparkan ke dalam  neraka yang cukup mengerikan dan menyakitkan, semua urusan kita akan diselesaikan di sana, dengan hakim yang maha adil dan ditimbang seadil adilnya.

“Wow ngeri kalau dengar kata neraka” Yanti berkata lirih sambil menggoyangkan lehernya.

“Makanya mari berlomba menanam kebaikan dalam kehidupan sekarang”

Percakapanku terputus dengan panggilan Mang Rusdi, ternyata Paman, putranya dan 2 orang temannya telah menepi, dekat perapian, malah terlihat tumpukan ikan  dan Udang telah dibakar, tinggal dibubuhi kecap dan cabe. Lahap rasanya makan pada malam itu, diterangi nyala api dan cahya bulan yang cukup terang. Apa lagi di sisiku ada Yanti yang telah resmi jadi kekasihku. 08 April 1988 itulah yang tercatat dalam buku harianku          KLIK DI SINI


(BERSAMBUNG KE BAGIAN 4)

Featured Post

HABIB ALI ALHABSYI DENGAN KAROMAHNYA

KHARAMAH HABIB ALHABSYI:  BISA DENGAR SUARA TASBIH DAN BENDA MATI HABIB ALI ALHABSYI DENGAN KAROMAHNYA Habib Ali Alhabsyi nama lengkapnya H...