BERANDA

Senin, 01 Juli 2024

SUARA KESUNYIAN BUKU KUMPULAN PUISI KORRIE LAYUN RAMPAN SASTRAWAN ANGKATAN 2000



SUARA KESUNYIAN BUKU KUMPULAN PUISI KORRIE LAYUN RAMPAN
 SASTRAWAN ANGKATAN 2000



rajasastra-us.blogspot.com Korrie merupakan pencetus penyusun buku Sastrawan Angkatan 2000 terbitan Gramedia Pustaka Utama yang memuat lebih dari seratus sastrawan, terdiri dari penyair, cerpenis, novelis, esais, dan kritikus sastra. Beberapa nama besar yang masuk dalam angkatan tersebut antara lain Afrizal MalnaAhmadun Yosi HerfandaSeno Gumira AjidarmaAyu UtamiDorothea Rosa Herliany.

Riwayat Singkat Korrie Layun Rampan

Korrie merupakan pencetus penyusun buku Sastrawan Angkatan 2000, Lahir di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Agustus 1953. Selama kuliah di Yogyakarta, sempat bergabung di Persada Studi Klub. Novelnya Upacara dan Api Awan Asap meraih hadiah sayembara mengarang roman Dewan Kesenian Jakarta, tahun 1976 dan 1998. Juga menulis cerpen, esai dan kritik sastra, cerita anak, cerita film, resensi buku, dan karya jurnalistik. Kumpulan puisinya yang lain: Matahari Pingsan di Ubun-ubun, Cermin Sang Waktu, Alibi, Mata, Sawan, Mata Kekasih dan Upacara Bulan    

Buku Kumpulan Puisi Kesunyian



Data buku kumpulan puisi

Judul : Suara Kesunyian

  • Penulis : Korrie Layun Rampan
  • Cetakan : I, 1981
  • Penerbitan khusus : Budaya Jaya & Dewan Kesenian Jakarta, Jakarta
  • Dicetak : Mitra Srangenge, Bandung
  • Tebal : 92 halaman (75 judul puisi)
  • Gambar jilid : Nana Banna 

Catatan lain

Di sampul belakang buku ada tertulis seperti ini: SUARA KESUNYIAN ini merupakan nyanyian jiwa dalam berbagai nuansa kehidupan. Nyanyian tentang sepi, keterasingan, dambaan kekasih, cinta asrama, lagu alam, lagu derita, lagu harapan dan spirit keimanan. Semuanya dilantun dalam getaran nyanyian jiwa lewat lirk-lirik yang memuji Sang Kekasih. Sang Maha Sukma. Yang adalah Dia di Singgasana Keabadian. Sajak-sajak ini boleh dikata semuanya berangkat dari keterpesonaan atas eksistensi manusia terhadap Dia Sang Maha Tinggi.   

Halaman persembahan berisi ungkapan berikut: “Kepada wanita yang paling terkasih, bundaku:/Martha Renihay dan ayahku Paulus Rampan.”

BACAAN LAINNYA:

Beberapa Pilihan Puisi Korrie Layun Rampan dalam Suara Kesunyian

1. Bertahan Kita dalam Ayunan Waktu


Terayun kita dalam saat, dalam terban hari

Dingin pun memekat, membasuh jasmani

Sejuta makna terlepas dari jari, raib

Menghunjam khayalmu ke wilayah ajaib


Pekik gema pun menampar ruang, rintih yang sedih

Tikaman mata belati, sayap-sayap Kasih

Engkau membayang di hati, pijaran Kata-Kata salih

Menyadarkan kita dari mimpi tidur yang letih


Bertahan kita dalam ayunan Waktu, menganyam duka Kasih

Berjalan dalam luka hari. Dalam kibaran dendam rindu


(1975)

2. Sawan


Aku terkurung dalam lautan gelagah yang terbakar

Memburu tujuh matahari yang menyulut kota jadi puing dan debu

Di mana-mana kebakaran, huma, hutan dan tanah datar

Terik-Mu tangis darah, sejuta laskar yang menyerbu!


Siang menjadi merah penuh raung gagak-gagak keji

Yang membunuh kebeliaan kudus, menyungkurnya ke bumi

Kegemilangan mengarak jenazah sepanjang hari-hari mati

Perih kita melekapkan muka pada nyala derita abad ini


Kesilauan padang api menyala di atas kuburan-kuburan raksasa

Sungai membanjir darah, menyapu seluruh kota yang kalah

Kita bagai debu kembali kepada duli

Kepala menjunjung langit, kaki membenam dasar bumi


Udara yang busuk memintal hari-hari hitam

Memangkas pohon-pohon Kebesaran

Kata-Mu: ”Telah kuhirup mersik darah bumi

Darah langit dan kehidupan untuk harga Kematianmu yang belia!”


Aku terus terkurung dalam lautan api yang berkobar

Menjeritkan kekosongan: ”Hari ini telah kugenapkan Firman

Dan seluruh ayat-ayat Kitab Keabadian!” Tertawa Kau mengucap kelakar

Memahat nisan jiwa dari sisa nafas yang berangkat perlahan-lahan.


(1975)

3. Diri


Apakah yang masih tertinggal dari percakapan

Busa telah mengental di dasar gelas, pohon-pohon limbung

Sementara kelasi menghabisi sisa maboknya


Alam murni tiba-tiba melepaskan isyarat ke arah kita

yang terperas tuntas. Angka-angka telah sampai pada kewujudan

tentang mula Penciptaan, sepi yang dalam


Lama aku jadi fasik, lilih-letih mengeja Firman

Kutinggalkan lembah yang membuai musik mati. Kuraih Aku

Diri yang telanjang di depan mata-Nya sendu


(1975)


4. Pantun


Segamang-Mu kah lagu

Tergantung di cakrawala merah

Serawan-Mu kah ujung sedu

Pecah di hati melayah


Singgah di manakah Sukma

Istirah menuju Keabadian

Meludah wajah bumi tua

Memadam bakaran Zaman


Tinggal keasingan purba

Karib mengukur diri

Rawan-Mu menyalib Kata

Membaca 1000 ayat para Nabi


(1976)


5. Rahasia


Seperti sejumlah kata

Yang menggelepar di luar

Meniti buih demi buih

Dunia yang terlantar


Seperti sejumlah musim

Yang kering, basah dan mandi cahaya

Merangkak pada sumbu

Jantung kita


Seperti sejumlah risau, benci dan cinta

Yang berpendar pada waktu

Menggaram akar-akar nafsu

Antara Adam lagu impian ziarahmu


Seperti sejumlah kata

Yang menyalin nama-nama

Meniti buih demi buih

Jiwa kita


(1973)

KLIK DI SINI

6. Kutulis


Kutulis dalam senyum

Hari-hari yang ranum

Sekepal puisi cinta

Membaun sukma kehidupan


Kutulis dalam tangis

Hari-hari yang manis

Sekepal puisi cinta

Gairah dada remaja


Kutulis dalam tawa

Hari-hari berlumur duka

Sekepal puisi cinta

Melayah bicara


(1973)


7. Serenade Hampir Penghabisan


Dari pantai itu masih terdengar ujung siul

Dan lagu burung menyambut matahari dan mega timbul


Adalah taman dan bulan mengeras pada padas

Dan sepotong sajak dari bait terlepas


Selebihnya tapak kaki pada pasir tertimbun

Ketika angin mati gemetar menyinggahi rumpun


(1973)


8. Doa Seorang Bocah Tuna


Berikan padaku pagi

Cahaya dan kebun bunga

Sungai yang membelah cakrawala

Lubuk-Mu kaca


Berikan padaku siang

Terik didih warna kehidupan

Benua hitam dan tanjung pulau

Tugu-Mu yang kukuh di tengah desau


Berikan padaku senja

Cangkir kopi, perapian dan buku tua

Kaca rabun dan pantai sejarah

Bukit-Mu megah


(1973)


9. Momento Mori


Irama nyanyian mengangkat sayap-sayap burung ke angkasa

Ai, wanginya angin kemerdekaan, wanginya taman Kekasih

Cinta mekar di padang-padang tanah janjian

Mengelus dada insan, menerobos dinding Kerajaan Tuhan


Menderap kuda putihku dalam angin, memacu waktu

Ai, wanginya mawar batu, wanginya padang rindu

Kudaku memintas padang cahaya, melagu jerit langit

Meraih kodrat yang meluncur menunjam dataran benua


Kucium tanganmu di luar jamah, wahai Junjunganku

Ai, wanginya belantara telanjang, wanginya jiwa yang basah

Berperang dalam sepi, berbenah di bilik Waktu

Memanjat ke Tuhan, ke Hati yang Indah!


(1976)


10. Satu April 1976


yogya? masih juga emha dan linus

dan angin malioboro yang terpendam

tiang-tiang malam dan pergulatan kita yang dulu juga


ke mana lagi hari? umbu sudah jenuh

psk terlantar dan warno menyurukkan mimpi ke tengah kelam

bayi-bayi lahir di antara duri di sekitar hutan larangan


dinding-dinding kota ini masih juga bersaput debu

dulu kaugosokkan puisi-puisimu segairah sunyi merapi

tak terasa hari lenyap dan kita tersaruk-saruk kefanaan


yogya? masih juga kosong dalam keajaiban semula

membentangkan padang-padang terkukur. Di sini lengang

daerah perpuisian, perjalanan baja

gairah sejuta kaki bianglala!


(1976)


11. Siang Bening


Siang bening dalam bayang abad

Terkaca gurat-gurat wajah, luka dunia

Ada puing sejarah, reruntuk kota-kota Asia

Seorang raja Jawa dan derap pasukan-pasukan berkuda


Dalam kidung orang-orang menyanyi cinta

Derita puteri puri gunung

Kulihat wajahku yang asing terlelap di tengah kota

Aku mandi. Ciumlah aku, o, Pelindung!


(1977)


12. Paradise Lost


Aku berjalan di sepanjang goa-goa tanah mati

Memandang Kemegahan: o, bukit-bukit purba

Derita-Mu Kota, Kesunyian yang tegak di seantero pintu

Menyekap dingin memuruk, rindu berkabut ke pucuk-pucuk


Buah-buah di lembah menyala bagai kunang-kunang

O, jiwa yang Agung, bersua kita di ruang Niskala

Di sini Tangan Raksasa membelah hari dan puncak gunung

Menghumbalang sungai, dan Kau tiba-tiba tersedu di depan

            ranjang mati


Api membakar tepi-tepi malam yang garang

Kaukah itu selubung Rahasia, o, Kekasih yang berduka

Percakapan ini tinggal suara, ayat-ayat warna Bianglala

Dan Kau terus tersedu membenam muka ke ufuk yang hilang


Tangan-Tangan Waktu terus gemetar menuding padaku

Menyerahkan darah dan beribu nyawa para Habil

Tuhanku, begini memerih elegi sepanjang Abad Kami

Sejuta sayatan torehan Wajah: beku dan Mati!


Aku berjalan di sepanjang goa-goa ufuk rembang petang

Memandang Telaga Kemegahan: o, Diri yang hilang

Terlindas rahasia-Mu yang dingin dan Sunyi

Yang terus menjajar angka-angka Nasib dalam rabun Kaca Misteri!


(1976)


13. Kita Berpisah dalam Kuyup Waktu


Kita berpisah dalam kuyup Waktu

Menapak lengang Sejarah, menyadap resah tempat demi tempat

Membongkar padang akal di tengah hiruk-pikuk dunia

Yang penuh tawa dan tangis dan usungan keranda


Para relaki meninggalkan jejak membekas pada beranda

Langit Tuhan yang purba meneteskan sejumlah rahasia

Pada Nasib pada sampan pada lanting dan pada Kata

Mengembalikan bayang kepada bayang dan diri kepada Diri


Tak kukenal lagi keindahan rawan ini

Apakah kasar atau lembut. Sukma kotaku telah mati

Dari gairah nyanyian

Wajahnya asing dalam sisa gemuruh Keabadian


Kita berpisah dalam kuyup Waktu

Bocah-bocah menyanyikan senandung tak bernama

Tentang kampung halaman, tentang derita sebuah tempat

Aku terhenyak mengusap debu pada pelupuk, meneguk kelelahan

pahit liur dan asin keringat!


(1976)


14. Puisi


Jalan ini berdebu, kekasih

Terbentang di padang rasa

Enam belas matahari memanah dari enam belas ufuk

Siang garang sepanjang kulminasi


Bahak malam mengikut pelan langkah tertatih

Ketipak bulan putih

Di taman kekasih


Pengantinku

Antara kerikil dan pasir merah

Tersembunyi jejak-jejak yang singgah


(1973)


15. Dari A ke Z


Lengan-lengan yang capai

Suara gaib itu

Pohon-pohon kedasai

Berjajar membisiki waktu


Ujung cakrawala

Daun violet sayap rama-rama

Sepotong bulan sabit

Mengintip celah-celah luka berdarah


Riap lalang dan kaki-kaki kerbau

Lumpur rawa dan suara serangga

Gigir bukit yang sunyi

Menanti teka-teki


(1973)


16. Terapung-apung Aku di Laut-Mu


Terapung-apung aku di laut-Mu. Menyelam tak teraba ke dalam

Beginilah karam Hidup. Bagai Tiram

Menganga dan mengatup. Sedang cambuk waktu-Mu di pundakku

tak bosan

Melecut!


Siapa dapat mengambil hara. Dunia atau Tangan-Tangan Raksasa?

Ia kah Peramal itu. Yang tak kuyup dalam basah hari. Tak lekang

dalam kemarau panjang. Hei! menghadaplah padaku wahai Seteru!

Mari kita perpanjang jalan! Mari...

Mari kita menanam pohon-pohon Khuldi yang Baru!


(1974)

KLIK DI SINI


Sumber bacaan dari Bku kumpulan Puisi Suara Kesunyian Karya Korrie Layun Rampan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

HABIB ALI ALHABSYI DENGAN KAROMAHNYA

KHARAMAH HABIB ALHABSYI:  BISA DENGAR SUARA TASBIH DAN BENDA MATI HABIB ALI ALHABSYI DENGAN KAROMAHNYA Habib Ali Alhabsyi nama lengkapnya H...